Pemahaman yang beredar dalam
khasanah sufistik, tasawuf atau mistik Islam bahwa perjalanan spiritual itu
dimulai dari menjalankan syariat, memasuki jalan suluk tarekat dengan
berdzikir, kemudian berolah pikir di aras hakekat, hingga berujung pada
mengenal Tuhan setelah bermakrifat/ bertemu dengan-Nya.
Mohon maaf bila pemahaman tersebut
perlu didekonstruksi dan didiskusikan ulang. Sebab keyakinan kita atas hal itu
bisa jadi salah.
Menurut saya, proses bahwa
perjalanan spiritual itu justeru tidak dimulai dari syari’at, tarekat, hakikat,
hingga ma’rifat. Namun lihatlah perjalanan spiritual Nabi Muhammad SAW, teladan
umat muslim justeru yang terjadi adalah kebalikannya:
Perjalanan spiritual justeru dimulai
dari MA’RIFAT, TAREKAT, HAKIKAT dan akhirnya sampai pada
SYARIAT.
MAKRIFAT adalah bertemu dan mencairnya kebenaran yang hakiki: yang
disimbolkan saat Muhammad SAW bertemu Jibril, HAKIKAT
saat dia mencoba untuk merenungkan
berbagai perintah untuk IQRA, TAREKAT saat Muhammad SAW berjuang untuk
menegakkan jalanNya dan SYARIAT adalah saat Muhammad SAW mendapat perintah untuk sholat saat
Isra Mikraj yang merupakan puncak pendakian tertinggi yang harus dilaksanakan
oleh umat muslim.
Itulah sebabnya, SYARIAT SHOLAT ADALAH PUNCAK PENDAKIAN SPIRITUAL yang terkadang justeru dilalaikan oleh kaum sufi dan para
ahli spiritual. Padahal, Nabi MUHAMMAD
SAW memberi tuntunan tidak seperti itu.
SHOLAT adalah komunikasi tertinggi serta pertemuan antara TUHAN dan MANUSIA. Sholat
juga merupakan PERTEMUAN TITIK MODULASI DIMENSI
YANG LAHIR DAN BATIN ANTARA TUHAN YANG MAHA LAHIR DAN MAHA BATIN dengan manusia yang merupakan makhluk satu-satunya yang
memiliki SDM untuk mempertemukan titik temu dari dua dimensi tersebut dalam
dirinya.
TITIK TEMU itu terletak pada
KESADARAN. NAH, Bagaimana penjelasan tentang PERJUMPAAN TUHAN dengan MANUSIA? Monggo
KITA sholat dengan khusyuk. CARI TITIK
PALING HENING dan NIKMATILAH WAJAH TUHAN DAN BERMESRAANLAH DENGAN DIA, YANG
MAHA TERKASIH.
MA’RIFAT, HAKIKAT, TAREKAT DIAKSES dengan alat epistemologis
PANCAINDERA AKAL-RASA-BUDI dan
akhirnya PENDAKIAN SPIRITUAL sampai pada SYARIAT, yaitu DIAKSES DENGAN SEMUA ALAT
EPISTEMOLOGIS MANUSIA: PANCAINDERA, AKAL, RASA, BUDI dan ini yang special yaitu HIDAYAH
WAHYU untuk kemudian dimanifestasikan
dalam PERILAKU…
Itu sebabnya, bila Sholatnya bagus
maka PERILAKU PASTI BAIK, SEHINGGA DARI
PERILAKULAH KITA BISA MENAKAR APAKAH SESEORANG ITU SUDAH BERMANUNGGAL DENGAN
TUHAN. PERILAKU adalah ibadah yang menjadi SYAHADAT manusia yang sudah mencapai taraf INSAN KAMIL,
yaitu bermanunggalnya makrokosmos dengan mikrokosmos, jagad alit dan jagad
gede, manunggaling kawulo kelawan gusti.